Jumat, 14 Mei 2010

Tugas V bahasa Indonesia

OPINI : “Perjuangan Kaum Jurnalis Selalu Aktual”
Pahlawan dan Perjuangan adalah dua kata yang tak terpisahkan. Bila seseorang itu berjuang untuk memerdekakan sebuah negeri, misalnya Bung Karno atau Bung Hatta, kedua tokoh itu akan dicatat dalam sejarah bangsa sebagai pahlawan. Ada contoh lagi, misalnya para perwira yang dengan kejamnya dibunuh oleh PKI dalam peristiwa Gestapu/Gerakan 30 September 1965. Nama para perwira yang telah gugur itu ditorehkan dengan tinta emas sebagai pahlawan bangsa. Itu kalau proklamator atau tentara. Bagaimana dengan orang-orang yang bergerak di bidang lain. Guru misalnya. Ternyata bangsa Indonesia sangat menghormati profesi yang digeluti guru sebagai pendidik. Entah siapa yang pertama kali mencetuskannya, Guru kemudian mendapat predikat sebagai Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Kemudian di bidang lain, seperti di dunia pers adakah tercatat nama-nama para pahlawannya? Di dunia jurnalistik atau kewartawanan, peran yang diperjuangkan oleh para tokoh pers agak berbeda dengan tokoh lain seperti tentara.

Bila tentara, terlihat jelas secara fisik mereka akan bertempur melawan musuh di medan peperangan, atau mempertahankan kedaulatan bangsa dan Negara bilamana dijajah atau ada pemberontakan dari dalam negeri.
Untuk para jurnalis, perjuangan yang dilakukannya bukan dengan senjata mematikan melainkan dengan pena. Dulu ketika Jepang dan Belanda masih menjajah Indonesia, ada seorang jurnalis yang dengan keras menentang penjajahan melalui tulisan-tulisannya di media tempat wartawan ini bekerja. Wartawan atau jurnalis itu adalah bernama Adam Malik. Kini sudah almarhum. Karena keahliannya dalam berdiplomasi, maka oleh pemerintah Adam malik dipercaya menjadi Duta Besar, Menteri Luar Negeri bahkan pernah pula sebagai Wakil Presiden.

Pertanyaannya sekarang, masih mungkinkah di era reformasi seperti saat ini ada seorang jurnalis yang akan disebut pejuang atau pahlawan. Kepana tidak?!?! Jangankan wartawan senior. Anda-anda – segelintir mahasiswa STMIK AMIKOM pengelola media Journal pun – dapat mengoptimalkan peran dan perjuangan anda sebagai calon intelektual yang berkemampuan menulis dalam style atau gaya jurnalistik. Gaya jurnalistik jauh berbeda dengan gaya tulisan ilmiah. Bila anda sudah memilih UKM Jurnalistik, sekurang-kurangnya anda harus terus menerus menggali diri untuk dapat menulis secara singkat, jelas akurat, mengalir dan mudah di mengerti oleh pembaca.

Tulisan anda yang mudah dimengerti inilah yang akan mengangkat anda sebagai seorang calon intelektual muda nan piawai mengolah isyu dalam bentuk kalimat-kalimat yang gampang dicerna. Di sinilah arti pentingnya perjuangan anda untuk terus-menerus belajar dan membaca. Wartawan yang Baik adalah Pembaca yang baik. Artinya, bila anda sering membaca kemudian mencerna dan menganalisa tulisan wartawan media cetak yang berkualitas, maka anda secara tidak langsung sudah belajar dari tulisan itu.

Mungkin anda akan bertanya lagi, ada hubungan apa antara kemampuan menulis secara lugas dengan perjuangan seorang ‘Wartawan Kampus’ seperti anda?
Hubungannya jelas! Yakni, anda sebagai calon intelektual yang memilih kuliah di STMIK AMIKOM harus selalu mengikuti perkembangan di dunia TI. Hal-hal aktual apa saja yang perlu segera diketahui oleh masyarakat luas, khususnya pengguna TI. Perjuangan anda, dalam hal ini adalah menggali informasi seluas-luasnya dari media apapun. Media cetak, radio, televisi dan internet. Setelah anda mampu menyerap substansinya, kemudian anda berjuang untuk menuliskannya dalam gaya bahasa jurnalistik yang singkat, padat, akurat, mengalir dan komunikatif sehingga mudah dimengerti pembaca majalah anda.

Lantas, dalam sebuah perjuangan, siapa saja musuh anda? Musuh anda adalah kemalasan, ketidakpekaan, tidak adanya komunikasi dan tidak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Itulah musuh utama dari Wartawan. Kalau sudah bisa mengalahkan atau paling tidak mengeliminir berbagai musuh tadi, sudahkah bisa dikatakan sebagai pahlawan atau pejuang?
Tak usahlah kita mengejar gelar atau predikat seperti. Seyogyanya seorang jurnalis itu menempatkan diri sama dengan seorang guru saja. Biarlah orang lain yang akan memberikan predikat sebagai pahlawan atau pejuang. Jurnalis tak perlu mengejar tanda jasa. Seyogyanya begitu.